Salah Satu Perguruan Pencak Silat Di Indonesia

   
Perguruan Silat Budi Suci Indonesia Jakarta ini didirikan KH Abdul Rosyid setelah pulang dari Tanah Suci Makkah. Dari namanya, perguruan ini tidak hanya menempa pada bela diri saja, tapi juga memadukan antara keimanan dan kesucian budi pekerti. perguruan ini berpusat di Jalan Anggrek Lestari Indah N-2 Jakarta.



Tanah Suci Makkah
Berdirinya Perguruan Silat Budi Suci Indonesia Jakarta ini bermula dari seorang putra kelahiran Indramayu Jawa Barat, yaitu KH Abdul Rosyid. Pendekar yang dilahirkan 1902 ini diasuh dan dibesarkan Haji Yasin yang kebetulan gemar seni beladiri pencak silat. Apalagi, pada zaman itu boleh dibilang setiap orang bisa pencak silat, bahkan menjadi olahraga tradisional bangsa Indonesia. Sejak kecil, Abdul Rosyid digembleng pamannya untuk dijadikan pewaris tunggalnya, baik ilmu batin (kerohaniaan) maupun ilmu pencak silat.  

Dengan berbekal ilmu warisan itu, Abdul Rosyid pergi merantau. Diusianya yang ke-30 tahun, dia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah, sehingga beliau dikenal dengan nama KH Abdul Rosyid. "Sepulang dari tanah suci Makkah, ditambah pengalaman dalam pengembaraannya, beliau menciptakan beladiri pencak silat yang dipadukan dengan keimanan kepada Allah SWT, serta kesucian budi pekerti, sehingga ilmu beladiri yang diciptakannya dinamakan Silat Budi Suci Indonesia," ungkap Singalodro, ketua umum Perguruan Pencak Silat Budi Suci Indonesia Jakarta.  


Untuk penyebarannya ilmu silat Budi Suci ini ke seluruh nusantara, Rosyid mengangkat Kiai Sidik sebagai penerusnya. Bahkan penyebarannya sampai memasuki daerah Singapura dan Malaysia. "Setelah perang kemerdekaan tekad almarhum Sidik mengamalkan serta menyebarluaskan silat Budi Suci Indonesia Jakarta ini ke pelosok Nusantara semakin besar," ujar guru besar Singalodra.

Diwariskan Pada Anaknya

Tahun 1950 mulailah perjalanan panjang Kiai Sidik ke daerah Indramayu, Cirebon, dan Banten. Tahun 1952 di Pulau Seribu yang dilanjutkan di Jakarta tahun 1954. Tahun 1957 di Teluk Bangka, tahun 1962 di Tanjung Pinang dan tahun 1969 mengajar di Medan. Tahun 1970 di Banyuwangi, tahun 1971 di Palembang yang dilanjutkan ke Semarang dan Rembang tahun 1972. Pada tahun 1973 di Sidoarjo, Probolinggo dan Blitar, tahun 1974 di Surabaya, tahun 1975 di Singapura, tahun 1976 di Malaysia dan Sumatra Selatan, tahun 1977 di Bandar Lampung dan tahun 1978 di Bali.  

Setelah melanglang buwana mengajarkan ilmu di dalam maupun luar negeri, Kiai Sidik lantar berpikir kepada siapa ilmu silat yang dimiliki ini diwariskan. Apakah diwariskan kepada orang lain atau anaknya sendiri. melalui perenungan yang cukup dalam di sebuah tempat yang sepi, akhirnya diputuskan yang mewarisi adalah anaknya sendiri.  
Hal itu dipilih karena sejak usia 6 tahun Singalodra, yang lahir di Pulau Seribu 10 Nopember 1952, sudah memiliki hobi mempelajari ilmu bela diri pencak silat. Juga memiliki bakat silat dan olah kanoragan.  

Maka Kiai Sidik melakukan gemblengan terhadap anaknya, agar nantinya menjadi penerus sang ayah dan melestarikan budaya bangsa. Gemblengan tersebut berupa olah gerak, nafas, dan batin. Olah gerak untuk bela diri, olah batin sebagai tenaga dalam atau penyembuhan juga ilmu spiritual.  

Begitu menguasai ilmu warisan itu, Singalodra yang dibantu murid-muridnya mengembangkan perguruan silat. Dalam memberikan pelajaran, banyak memetik pengalaman dari sang ayah (Kiai Sidik). Tapi metoda pelajaran yang dilakukan secara kelompok dengan asas kekeluargaan, dirasa olehnya kurang tepat.  

Berangkat dari hal itu, guna melestarikan ilmu Budi Suci Indonesia, maka memulai mengorganisir perguruannya agar lebih baik lagi. Lalu, tepatnya pada tanggal 10 Nopember 1979 yang merupakan tanggal kelahiran Singalodra, diresmikannya Perguruan Budi Suci Indonesia. Dan saat itu pula Bapak Kiai Sidik ditetapkan sebagai guru besar dan Singalodra sebagai guru utama.  

Pada tanggal 31 Mei 1986, Perguruan Silat Budi Suci Indonesia masuk ke dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Selanjutnya, tepatnya tahun 1989, Singalodra merantau ke berbagai daerah guna mengembangkan ilmunya. Ia pun banyak membuka cabang antara lain di Sumatra Selatan, Lampung lalu menetap di Prabumulih. Pada tanggal 5 Mei 1994 Kiai Sidik meninggal dunia di Palembang dengan meninggalkan wasiat pada Singalodra untuk menggantikan sebagai guru besar.

Komentar

Postingan Populer